Lalu kau jawab, “Sebentar lagi ya...”
Kita menunggu. Entah untuk apa.
Kemudian hujan turun.
“Aku ingin pergi.” Kukatakan lagi seperti itu.
“Tunggu hujan reda.” Sahutmu.
Kita menunggu. Kali ini menunggu hujan reda.
Dan setelah hujan reda, ku katakan lagi aku ingin pergi.
Dengan senyum kecil kau menjawab. “Tunggu sampai pelangi itu benar-benar pudar.”
Sejurus kemudian mata kita sama-sama menangkap pelangi.
Kita menunggu. Menunggu sampai pelangi sewarna dengan langit.
Perlahan matahari muncul lagi, selimuti bumi dengan hangatnya.
“Aku sudah bisa pergi?” tanyaku.
Kau diam cukup lama. Tatapanmu memberat dan kosong. Kau melihat lurus ke depan.
Aku di sampingmu, masih memperhatikanmu.
Kau tak melihatku, tapi aku cukup tahu matamu berkaca-kaca.
Kita menunggu lagi. Menunggu jawabanmu.
Ini jeda panjang...
Apa terlalu berat melepaskan seseorang pergi?
Tapi di luar sepengetahuanmu, aku juga sangat berat untuk pergi.
Kalau kau minta aku tidak pergi, maka aku akan tetap tinggal.
Kenapa orang dewasa serumit ini?
Dan, ini jawabanmu... “Ya, kau boleh pergi sekarang.”
Aku tak ingin memastikan jawabanmu. Yang aku telah tahu, kita tak pernah menunggu apa-apa.
Akhirnya aku berbalik, pergi.
picture: favim.com/image
Comments
Post a Comment