Halo. Sudah lama sekali tidak membuat postingan di blog ini. Benar ya, mempertahankan eksistensi itu susah susah gampang. Pada akhirnya yang konsisten yang akan bertahan. Postingan sebelumnya juga dibuat antara niat dan enggak. Kenapa? Mungkin karena aku tidak tahu harus memposting apa. Tidak ada bahan karena aku tidak membaca sebanyak dulu. Padahal ya, aku (masih) suka buku. Terlalu dalam dan banyak kegelisahaanku sehingga tidak mendorongku membuat satupun tulisan untuk blog ini. Alasan lain, aku sudah jarang main internet pakai laptop, sementara dari dulu kalau ngeblog selalu pakai laptop.
Jadi kiriman kali ini akan berisi cerita tentang aku yang telah lama tidak mengisi dua cangkir yang seharusnya bisa kita nikmati bersama. Hahaha. Karena aku tidak ada bahan dan harus mempertahankan eksistensi blog duacangkir, maka dalam tempo singkat dibuatlah tulisan ini. Semoga – walaupun sepertinya tidak – tulisan ini memiliki faedah. Baiklah harus kita mulai dari mana?
Belakangan aku suka membaca lagi tulisan-tulisan lamaku, dan responku
berbeda-beda dari tiap tulisan. Blog ini aku buat antara tahun 2011 atau 2012. Sebelumnya aku juga punya blog dan tumblr tapi tidak bertahan lama. Postingan di blog ini juga sudah banyak yang aku hapus karena beberapa alasan. Membaca tulisanku yang lama membuatku melihat lagi diriku yang dulu, yang suka galau, yang merasa terancam sama hal-hal kecil, yang sok kuat kadang-kadang, yang berlebihan, dan yang tidak banyak berbuat. Kenapa ya aku tidak melakakukan itu? Kenapa aku tidak berani mencoba? Kenapa aku malah melakukan ini? Aku cuma bisa tertawa dan memaafkan diriku yang dulu. Masa lalu memang tidak bisa dirubah, tapi kita selalu bisa berdamai dengan masa lalu.
Ada satu kiriman yang pernah aku buat di salah satu media sosial, isinya:
2016 was tough, soon becomes was, I mean. A lot of things happened. Confusion, hurt, tiredness, egoism, rejection, acceptance, friendship, lessons, dramas, love, kindness, and what happened most was ‘life’. Whether they made me sad or happy, I trust that they will guide me to be stronger, to have a bigger heart than before. Thank God for giving me the chance to join 2016. I didn’t do my best, sorry for the complaint about everything and the less thankfulness. In 2017, I wish I could be better, more useful for parents and people, get a lot of money, make some masterpieces, and other wishes that I couldn’t tell here but I know You already knew, I wish they come real soon. Sincerely, Winda. (Let’s read this again later at the end of 2017)
Ini aku tulis waktu malam tahun baru, 31 desember 2016. Biarpun singkat, tapi aku merasa inilah yang bisa mewakili keadaan perasaanku waktu itu. Banyak daftar keingan yang sudah tercoret, tapi yang belum juga tidak kalah banyak. Alhamdulillah, sebab menurut Andrea Hirata, “Berhenti bercita-cita adalah tragedi terbesar dalam hidup manusia.” Jadi bersyukurlah jika masih memiliki ratusan wish lists yang belum kecoret. Hehehe. Sepertinya terlalu personal kalau aku tulis wish list apa saja yang sudah tercapai di sini dan ada baiknya kita lewatkan. Sesungguhnya aku butuh teman berbincang, jadi kalau-kalau ada dari tuan dan nona yang masih ingin berbagi wish lists, mari kita menghabiskan dua cangkir minuman di dunia nyata, bukan di blog duacangkir yang insecure ini. Hahaha.
Kita telah melewati perjalanan menahun. Pasti telah banyak sekali yang terjadi. Banyak hal telah kita pelajari. Banyak wajah sudah kita temui. Dari yang asing menjadi akrab, atau barangkali akan kembali lagi menjadi asing. Lalu tanpa kita sadari teman yang biasa berada di samping kita menghilang. Tapi itu tak lantas menjadikan salah satu diantara kita jahat. Sejauh ini aku telah merenung dan membuat kesimpulan, bahwa kita perlu menyeimbangkan dan menempatkan ego dengan benar. Kita harus dewasa dan membesarkan hati. Membuka telinga untuk mendengarkan. Mengulurkan tangan untuk berbuat. Membuka mata untuk memperhatikan dan peduli. Rendahkan gengsi untuk mau belajar dari siapapun. Jangan lagi menjadikan diri egosentris. Mengutip yang pernah aku jadikan caption di instagram, “hanya orang yang berhati lapang yang bisa menampung banyak cinta.” Intinya orang yang berbahagia adalah dia yang senantiasa punya ruang lapang untuk menempatkan sabar dan ikhlas dalam hatinya.
Terima kasih telah membaca. Dan terima kasih dua kali untuk yang menikmati. :)
Jadi kiriman kali ini akan berisi cerita tentang aku yang telah lama tidak mengisi dua cangkir yang seharusnya bisa kita nikmati bersama. Hahaha. Karena aku tidak ada bahan dan harus mempertahankan eksistensi blog duacangkir, maka dalam tempo singkat dibuatlah tulisan ini. Semoga – walaupun sepertinya tidak – tulisan ini memiliki faedah. Baiklah harus kita mulai dari mana?
Belakangan aku suka membaca lagi tulisan-tulisan lamaku, dan responku
berbeda-beda dari tiap tulisan. Blog ini aku buat antara tahun 2011 atau 2012. Sebelumnya aku juga punya blog dan tumblr tapi tidak bertahan lama. Postingan di blog ini juga sudah banyak yang aku hapus karena beberapa alasan. Membaca tulisanku yang lama membuatku melihat lagi diriku yang dulu, yang suka galau, yang merasa terancam sama hal-hal kecil, yang sok kuat kadang-kadang, yang berlebihan, dan yang tidak banyak berbuat. Kenapa ya aku tidak melakakukan itu? Kenapa aku tidak berani mencoba? Kenapa aku malah melakukan ini? Aku cuma bisa tertawa dan memaafkan diriku yang dulu. Masa lalu memang tidak bisa dirubah, tapi kita selalu bisa berdamai dengan masa lalu.
Ada satu kiriman yang pernah aku buat di salah satu media sosial, isinya:
2016 was tough, soon becomes was, I mean. A lot of things happened. Confusion, hurt, tiredness, egoism, rejection, acceptance, friendship, lessons, dramas, love, kindness, and what happened most was ‘life’. Whether they made me sad or happy, I trust that they will guide me to be stronger, to have a bigger heart than before. Thank God for giving me the chance to join 2016. I didn’t do my best, sorry for the complaint about everything and the less thankfulness. In 2017, I wish I could be better, more useful for parents and people, get a lot of money, make some masterpieces, and other wishes that I couldn’t tell here but I know You already knew, I wish they come real soon. Sincerely, Winda. (Let’s read this again later at the end of 2017)
Ini aku tulis waktu malam tahun baru, 31 desember 2016. Biarpun singkat, tapi aku merasa inilah yang bisa mewakili keadaan perasaanku waktu itu. Banyak daftar keingan yang sudah tercoret, tapi yang belum juga tidak kalah banyak. Alhamdulillah, sebab menurut Andrea Hirata, “Berhenti bercita-cita adalah tragedi terbesar dalam hidup manusia.” Jadi bersyukurlah jika masih memiliki ratusan wish lists yang belum kecoret. Hehehe. Sepertinya terlalu personal kalau aku tulis wish list apa saja yang sudah tercapai di sini dan ada baiknya kita lewatkan. Sesungguhnya aku butuh teman berbincang, jadi kalau-kalau ada dari tuan dan nona yang masih ingin berbagi wish lists, mari kita menghabiskan dua cangkir minuman di dunia nyata, bukan di blog duacangkir yang insecure ini. Hahaha.
Kita telah melewati perjalanan menahun. Pasti telah banyak sekali yang terjadi. Banyak hal telah kita pelajari. Banyak wajah sudah kita temui. Dari yang asing menjadi akrab, atau barangkali akan kembali lagi menjadi asing. Lalu tanpa kita sadari teman yang biasa berada di samping kita menghilang. Tapi itu tak lantas menjadikan salah satu diantara kita jahat. Sejauh ini aku telah merenung dan membuat kesimpulan, bahwa kita perlu menyeimbangkan dan menempatkan ego dengan benar. Kita harus dewasa dan membesarkan hati. Membuka telinga untuk mendengarkan. Mengulurkan tangan untuk berbuat. Membuka mata untuk memperhatikan dan peduli. Rendahkan gengsi untuk mau belajar dari siapapun. Jangan lagi menjadikan diri egosentris. Mengutip yang pernah aku jadikan caption di instagram, “hanya orang yang berhati lapang yang bisa menampung banyak cinta.” Intinya orang yang berbahagia adalah dia yang senantiasa punya ruang lapang untuk menempatkan sabar dan ikhlas dalam hatinya.
Terima kasih telah membaca. Dan terima kasih dua kali untuk yang menikmati. :)
Pictures from tumblr
Comments
Post a Comment