Skip to main content

Adaptasi


Postingan kali ini akan membahas satu fase dalam kehidupan setiap makhluk hidup yang pasti kita alami sebagai makhluk yang masih hidup. Sebut saja adaptasi. Adaptasi merupakan kemampuan organisme untuk dapat menyesuaikan diri di lingkungan barunya sehingga ia dapat bertahan (hidup) dan berkembang di lingkungan itu. Hasil dari proses adaptasi tersebut adalah bentuk dan tingkah laku adaptif yang memungkinkan suatu organisme dapat bertahan hidup.  Seperti itulah, sehingga sangat kecil kemungkinannya ada orang yang tidak pernah berubah di dunia ini.

"You've changed."
"Oh, that's normal."

Sejujurnya bukan mengenai adaptasi morfologi selaput pada kaki bebek yang aku ingin bahas, tapi lagi-lagi ini adalah perihal yang bagitu intuitif namun sangat umum. Lebih ke adaptasi fisiologis tingkah laku dan perasaan. Kita tahu betul tingkah laku seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan tempat ia tinggal. Bagiku, perasaan juga beradaptasi. Ia kerap berubah-ubah. Setidaknya aku merasa begitu. Sehingga perasaan suka yang pernah ada sebelumnya, sekarang berubah menjadi perasaan asing yang kalau kita ingat malah membuat kita jadi tidak nyaman. Atau pernah saat aku keliru membenci sesuatu, ternyata sesuatu itu baik adanya.


Lalu aku bertanya-tanya apakah semua perasaan itu hanyalah drama yang aku bentuk sendiri di dalam kepalaku sehingga menciptakan kesedihan dan kesenangan yang juga fana? Maka aku hanya bisa mengembalikan persaanku pada-Nya. Allah sang pemilik segala, aku serahkan diri dan segala bentuk perasaan yang ada bersamanya, untuk Allah jaga. Maka atas izin Allah ada hubungan kasih sayang yang tak lekang waktu sampai akhir hayat. Ada pula yang kandas, atas dasar alasan-alasan yang tidak kita kuasai.

"ya Allah yang maha membolak balikkan hati, tetapkanlah hati kami pada agamaMu dan pada ketaatan kepadaMu. Dan anugerahilah kami untuk mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu, dan mencintai apapun yang bisa mendekatkanku untuk mencintai-Mu. Jadikanlah kecintaanku kepada-Mu menjadi hal yang lebih aku cintai daripada kesukaanku pada air yang dingin."

Perubahan - sifat dan sikap - adalah proses untuk berkembang. Setiap orang pasti ingin berkembang, ingin menjadi yang lebih baik dari sebelumnya. Menurutku itulah proses adaptasi manusia yang secara alamiah mebuat dirinya sedikit berbeda dari sebelumnya. Tapi seorang teman tersayang akan selalu menyimpan bagian dari dirinya yang kita rindukan, sehingga ia akan selalu dapat menyenangkan hati kita.

Sekian. Terima kasih sudah membaca!


Pictures from pinterest.


Comments

Popular posts from this blog

Salty Studio & The Stories of Those around Me

I've finished Salty Studio few days ago, and just like The Stories of Those around Me  I love it so much. These two webtoons were created by Omyo. They had common characters with realistic feelings and toughts. The problems were the usual problems that could easily appear in our lives but we have no idea what will be the end - since nothing is certain and

Surat Soe Hok Gie - Film Gie

Untuk Herman di Irian, Herman, terimakasih untuk surat darimu yang tak pernah berhenti datang. Saya sangat membutuhkan teman bicara akhir-akhir ini. Menulis pun rasanya capek luar biasa, atau mungkin saya sedang muak dan tidak punya inspirasi. Waktu cepat berlalu, teman-teman kita makin banyak yang meninggalkan sastra. Saya benar-benar merindukan masa di mana saya, kamu, Ira, Deni, dan teman-teman lain tertawa, bertengkar, atau sekedar ngobrol. Memang Ira masih di sini, menjadi asisten dosen sejarah Indonesia, tapi kami masih rikuh untuk bicara, tentu kamu mengerti sebabnya. Sastra telah banyak berubah. Banyak teman-teman dosen yang tidak punya dedikasi dalam pekerjaannya dan membuat mahasiswa tidak kalah malasnya. Ini hanya salah sutu contoh dari banyak kebobrokan di almamater ini yang selalu saya persoalkan. Banyak yang mengeluh saya keras kepala dan selalu mencari masalah. Biarlah, lebih baik saya diasingkan dari pada menyerah pada kemunafikan. Saya akan membuat tulisan tentang in...

Rumah Belanda dan Kue Ombus-ombus

Dulu, sewaktu aku kecil, aku sering bermain ke tempat yang jauh-jauh, angker-angker. Tapi aku gak takut, selama gak sendirian. Di belakang rumah, ada jalan menuju rumah besar peninggalan Belanda, yang masih dihuni sama orang. Aku sering main ke rumah itu. Ada juga rumah peninggalan Belanda yang sudah gak layak huni lagi, rumahnya udah rapuh, bolong-bolong, aku juga sering main di sini, aku dan teman-teman menyebutnya “rumah angker”. Nah, di rumah yang masih ada penghuninya itu, tumbuh sebuah pohon beringin tua yang besaaar sekali di halaman rumahnya yang juga gak kalah besar (waktu aku kecil ya keliatannya besar banget, tapi gak tau ya kalau sekarang apa masih kelihatan besar atau enggak). Kami (aku dan temanku) mainnya di bawah pohon itu, di antara lekuk-lekuk pohon yang masih muat di isi oleh satu atau dua tubuh kami.